Jamal D. Rahman

24 April 2016

Suara Sastra dari Bekasi

Filed under: Makalah Seminar — Jamal D. Rahman @ 05:00

Oleh Jamal D. Rahman


Empat puluh hari setelah penyair malang itu dikubur
Kain kafannya kauambil dan kaurajut menjadi senja
….

(Yoyong Amilin, “Senja di Genggamanmu”,
buletin Jejak, 01, April 2011)

Pertama-tama saya mengucapkan selamat ulang tahun kepada Forum Sastra Bekasi (FSB), yang pada April 2016 ini genap 5 tahun. Secara pribadi saya senang, bangga, dan bersyukur dengan apa yang telah dicapai FSB, lembaga yang dengan gigih dan kerja keras merawat suatu komunitas, sehingga melahirkan sejumlah karya yang dengannya telah pula menggairahkan kehidupan sastra Indonesia. Dalam lima tahun perjalanannya, tentu saja cukup banyak hal telah dilakukan, betapapun saya yakin para eksponennya sendiri tidak merasa puas dengan apa yang telah dicapai. Bagaimanapun, FSB adalah satu kasus komunitas sastra Indonesia yang dengan dedikasi tinggi berusaha menyumbangkan sesuatu bagi sastra Indonesia. Dengan segala keterbatasan, sebisa mungkin saya akan mencatat apa yang dalam pertimbangan subjektif saya merupakan hal penting yang telah dicapai FSB, terutama dengan menimbang publikasi-publikasinya. Dengan itu semua, keberadaan FSB akan memaksa kita untuk lebih mengakui komunitas sebagai salah satu faktor dalam sastra Indonesia.

(more…)

16 Mei 2014

Novel Bulang Cahaya Rida K Liamsi: Konstruksi Imajinasi atas Sultan Mahmud Riayat Syah

Filed under: Kritik Sastra,Makalah Seminar — Jamal D. Rahman @ 05:00

Oleh Jamal D. Rahman

“Perang saudara ini harus dihentikan. Kalau tidak,
kita semua akan binasa dan Kerajaan Riau ini akan runtuh.”

—Sultan Mahmud,
dalam Bulang Cahaya Rida K Liamsi (2007: 174).

Untuk memahami tokoh historis berikut peran dan kedudukannya dalam sejarah, sejatinya kita tidak hanya mengacu pada hasil-hasil rekonstruksi historiografi modern, melainkan juga pada rekonstruksi imajinasi (yang juga modern) atas tokoh historis itu sendiri. Sepintas, konstatasi tersebut terdengar mengandung kontradiksi: bagaimana mungkin kita memahami sosok historis lewat imajinasi? Tetapi, rekonstruksi imajinasi bagaimanapun tak selalu bisa dielakkan dalam memahami kenyataan sejarah. Persoalannya adalah bahwa apa yang disebut kenyataan sejarah, yang direkonstruksi oleh atau dalam historiografi modern, tak pernah benar-benar kenyataan yang sebenarnya, melainkan selalu merupakan sebentuk re-presentasi dan representasi, yang —paling tidak sampai batas tertentu— mendistorsi kenyataan sejarah yang ingin dikemukakannya. Rekonstruksi sejarah bagaimanapun adalah re-presentasi dan representasi fakta sejarah, yang dengan asumsi-asumsinya mengelakkan tendensi esensialis tentang fakta sejarah itu sendiri. Dalam kerangka itu, rekonstruksi imajinasi atas sejarah pada dasarnya adalah juga re-presentasi dan representasi: menghadirkan kembali dan mewakili “kehadiran” sejarah yang ingin dihadirkan. Dengan demikian, baik rekonstruksi historiografi maupun rekonstruksi imajinasi atas sosok historis pada dasarnya sama-sama mustahil menghadirkan fakta sejarah yang sebenarnya secara bulat dan utuh. (more…)

14 Februari 2011

Komunitas, Puisi, dan Publikasi: Menimbang Antologi Puisi Empat Amanat Hujan

Filed under: Makalah Seminar — Jamal D. Rahman @ 05:00

Oleh Jamal D. Rahman

Pertumbuhan sastra Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran penting yang dimainkan oleh komunitas, baik dalam pengertian formal maupun informal. Barangkali tak ada seorang sastrawan pun yang tumbuh tanpa pernah mendapat keuntungan dari kegiatan suatu komunitas. Karena sifat komunitas biasanya longgar dan terbuka, seorang sastrawan bahkan bisa memetik keuntungan dari kegiatan beberapa komunitas sekaligus. Demikianlah seorang sastrawan lahir dan tumbuh, untuk sebagiannya, bahkan mungkin sebagian besarnya, atas sokongan beberapa komunitas tempat sang sastrawan mula-mula bersosialisasi dan menempa diri. Seorang sastrawan bergiat di suatu komunitas, bergiat pula di komunitas-komunitas lain guna bersosialisasi dan menempa diri secara lebih intensif. Persinggungan antarkomunitas secara positif dan konstruktif tentulah memainkan peran lebih penting lagi bagi kehidupan sastra. (more…)

Multikulturalisme dan Kemungkinan Sastra Indonesia

Filed under: Makalah Seminar — Jamal D. Rahman @ 05:00

Oleh Jamal D. Rahman

Multikulturalisme memberikan harapan baru bagi keinginan untuk hidup bersama dalam pluralisme budaya. Ia memperkuat landasan dan wawasan tata kebudayaan, demi lebih menjamin hubungan dan pergaulan yang adil antarunsur kebudayaan itu sendiri. Sudahlah pasti kehidupan bersama yang sehat dan adil, baik secara sosial, politik, maupun budaya secara umum, baik pada tingkat lokal, nasional, regional maupun global, selalu merupakan tuntutan yang mendesak. Globalisasi memang berhasil mendekatkan atau bahkan menghapus sama sekali jarak georafis, tetapi ia tidak mendekatkan jarak kultural yang terdapat pada berbagai tingkatan. Sampai batas tertentu, jarak kultural melahirkan sentimen budaya yang seringkali menimbulkan ekses dan atau bahkan letupan sosial yang tidak diharapkan. Tantangan yang dihadapi semua lapisan sosial adalah bagaimana menjamin sentimen budaya selalu positif dan konstruktif. Untuk sebagian, multikulturalisme adalah jawaban atas tantangan tersebut. (more…)

4 November 2009

Bahasa Membangun Generasi Muda, Atau Generasi Muda Membangun Bahasa? Bercermin pada Muhammad Yamin

Filed under: Makalah Seminar — Jamal D. Rahman @ 05:00

Oleh Jamal D. Rahman

Tema lokakarya ini, “Bahasa dan Sastra Indonesia Membangun Generasi Muda yang Dinamis dan Kreatif”, merupakan tema yang sangat penting terutama sehubungan dengan Bulan Bahasa dan Sastra dan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2009. Tema itu jelaslah mengaitkan Bulan Bahasa dan Sastra dengan hari Sumpah Pemuda, dua hal yang sesungguhnya diilhami oleh sejarah yang sama, yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Tema itu penting setidaknya karena tiga alasan.
(more…)

14 Januari 2009

Bahasa Madura dan Dunia Santri: Negosiasi yang Belum Selesai

Filed under: Makalah Seminar — Jamal D. Rahman @ 05:00

Oleh Jamal D. Rahman

Kongres I Bahasa Madura (di Pamekasan, Madura, 15-19 Desember 2008) adalah kabar gembira sekaligus kabar duka. Kabar gembira, karena Kongres ini adalah salah satu usaha menjunjung dan memajukan bahasa Madura, bahasa etnis terbesar ketiga di Indonesia setelah bahasa Jawa dan Sunda —mudah-mudahan ia melahirkan langkah-langkah lebih konkret ke arah tujuan yang ingin dicapai oleh Kongres itu sendiri. Kabar duka, karena Kongres tersebut bukan saja membenarkan apa yang diresahkan atau diprihatinkan banyak pihak tentang nasib bahasa Madura hari ini, melainkan juga sebuah bukti langsung tentang itu. Yaitu bahwa bahasa Madura mengalami kemunduran baik dari segi populasi pengguna maupun fungsi komunikasi dan sosialnya, yang karenanya dalam jangka panjang terancam punah. (more…)

20 September 2008

Malin Kundang Bernama Indonesia: Puisi dan Kesadaran Berbangsa

Filed under: Makalah Seminar — Jamal D. Rahman @ 05:00

Oleh Jamal D. Rahman

Judul yang diajukan panitia Kongres Bahasa Indonesia VIII1 kepada saya mengandaikan dua persoalan tentang kedudukan sastra dalam masyarakat kita. Persoalan pertama menyangkut pandangan bahwa apresiasi masyarakat kita terhadap sastra masih relatif rendah, dan karena itu perlu ditingkatkan melalui program yang amat konkret, yaitu menyebarluaskan karya sastra. Persoalan kedua menyangkut pentingnya memacu fungsi pragmatis sastra bagi kehidupan masyarakat dalam rangka memantapkan kesadaran berbangsa. Yang terakhir ini pun mengandaikan bahwa fungsi pragmatis sastra bagi kehidupan masyarakat, khususnya dalam konteks berbangsa, masih relatif rendah pula. Dua persoalan tersebut tentu saja merupakan masalah lama, namun kiranya tetap relevan untuk terus kita pertimbangkan. Meskipun ada beberapa kemajuan di bidang apresiasi sastra masyarakat, yang antara lain ditandai dengan maraknya penerbitan buku-buku sastra belakangan ini, kemajuan itu bagaimanapun tidaklah sebanding dengan, bahkan jauh dari apa yang kita harapkan. (more…)

Keislaman, Kemaduraan, Keindonesiaan: Tatapan dari Kacamata Kesenian

Filed under: Makalah Seminar — Jamal D. Rahman @ 05:00

Oleh Jamal D. Rahman

Kembang, kembang malatè
Ètamena è Kebunagung
Rassana bedhe sè gaggar
Duh Paman
kembang ponapa
….

(Kembang, kembang melati
Akan ditanam di Kebunagung,
Terasa ada yang jatuh
Duh Paman
kembang apa gerangan
….)

Lahir dari keluarga guru agama (Islam) dan tumbuh di lingkungan pesantren di Madura, saya menyukai kesenian tradisi Madura sejak kecil. Di awal tahun 1970-an, ketika usia saya kira-kira 5 tahun, saya suka sekali nonton ludruk, topeng, dan tandha’, misalnya. Sementara pertunjukan tandha’ biasanya diadakan dalam pesta perkawinan, pertunjukan ludruk dan topeng dulu sering diadakan di Lapangan Sepakat Lenteng Timur, Sumenep, tidak jauh dari rumah orangtua saya. Pertunjukan itu biasanya berkarcis. Sekeliling lapangan ditutup dengan saksak (rajutan bambu berukuran kira-kira 80 cm x 2,5 m untuk menjemur tembakau) setinggi kira-kira 2,5 meter. Karcis bisa dibeli di loket-loket yang tersedia. Tentu, hanya orang yang memiliki karcis yang boleh memasuki lapangan. Orang di luar lapangan tidak bisa menyaksikan pertunjukan, meskipun tentu saja bisa mendengarkannya karena setiap pertunjukan pastilah menggunakan pengeras suara. Ada kalanya pertunjukan kesenian diadakan juga di tempat-tempat lain di sekitar desa, yang bisa saya tempuh cukup dengan jalan kaki. (more…)

1 November 2007

Keislaman, Kemaduraan, Keindonesiaan: Tatapan dari Kacamata Kesenian

Filed under: Makalah Seminar — Jamal D. Rahman @ 05:00

Oleh Jamal D. Rahman

Kembang, kembang malatè
Ètamena è Kebunagung
Rassana bedhe sè gaggar
Duh Paman
kembang ponapa
….

(Kembang, kembang melati
Akan ditanam di Kebunagung,
Terasa ada yang jatuh
Duh Paman
kembang apa gerangan
….)

Lahir dari keluarga guru agama (Islam) dan tumbuh di lingkungan pesantren di Madura, saya menyukai kesenian tradisi Madura sejak kecil. Di awal tahun 1970-an, ketika usia saya kira-kira 5 tahun, saya suka sekali nonton ludruk, topeng, dan tandha’, misalnya. Sementara pertunjukan tandha’ biasanya diadakan dalam pesta perkawinan, pertunjukan ludruk dan topeng dulu sering diadakan di Lapangan Sepakat Lenteng Timur, Sumenep, tidak jauh dari rumah orangtua saya. Pertunjukan itu biasanya berkarcis. Sekeliling lapangan ditutup dengan saksak (rajutan bambu berukuran kira-kira 80 cm x 2,5 m untuk menjemur tembakau) setinggi kira-kira 2,5 meter. Karcis bisa dibeli di loket-loket yang tersedia. Tentu, hanya orang yang memiliki karcis yang boleh memasuki lapangan. Orang di luar lapangan tidak bisa menyaksikan pertunjukan, meskipun tentu saja bisa mendengarkannya karena setiap pertunjukan pastilah menggunakan pengeras suara. Ada kalanya pertunjukan kesenian diadakan juga di tempat-tempat lain di sekitar desa, yang bisa saya tempuh cukup dengan jalan kaki. (more…)

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Jamal D. Rahman

demi masa, demi kata

WordPress.com

WordPress.com is the best place for your personal blog or business site.

kafe sastra Jamal D. Rahman

membicarakan puisi dan cerpen anda